Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati kembali melampiaskan kekesalannya atas rendahnya kontribusi pajak pengusaha. Kali ini kejengkelan dialamatkan kepada sektor perikanan.
Ani, sapaan Sri Mulyani, menjelaskan sangat tidak masuk akal melihat sebaran wajib pajak yang ada di Indonesia. Jumlah pengusaha mencapai ribuan pengusaha, namun kontribusi pajaknya masih tetap sama seperti lima tahun sebelumnya.
Dia mengungkapkan, kontribusi sektor perikanan dalam penerimaan pajak 2015 hanya Rp986,1 miliar. Menurut Ani, pajak yang tidak mencapai Rp1 triliun itu tergolong amat rendah.Baca: Pertumbuhan PDB Sektor Perikanan di Atas Pertumbuhan Ekonomi Nasional
"Anda kalau ketemu sama Menteri Keuangan jangan pernah pakai di bawah triliun. Wong APBN saya belanjanya sampai Rp2.080 triliun, penerimaannya Rp1.750 triliun," tegas Ani dalam dialog Peranan Sektor Perikanan Tangkap dalam Pembangunan Nasional, di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa 15 Maret 2017.
Padahal, seperti dikatakan Menteri KKP Susi Pudjiastuti, nett profit margin atau pendapatan bersih setelah dikurangi pajak naik setelah penerapan kebijakan pemberantasan illegal fishing. Namun kontribusi pajaknya turun.
Ani menjelaskan, dari 200 pengusaha perikanan tangkap terbesar di Tanah Air yang terdeteksi oleh Ditjen Pajak kontribusinya masih di bawah Rp50 miliar atau sekitar Rp48,73 miliar. Itu terdiri dari PPh Pasal 25/29 Rp11,6 miliar, PPh potong dan pungut Rp25 miliar dan PPN Rp12 miliar.
Baca: Menkeu Imbau Pengusaha Perikanan Ikut Amnesti Pajak
"Hanya Rp12 miliar, jangan lupa. Saya pikir saya salah lihat itu triliun, ternyata miliar. It's really miliar. PPN kita rate-nya 10 persen. Jadi Anda semua percaya produk tangkap perikanan cuma Rp120 miliar satu tahun, sehingga PPN yang diperoleh cuma Rp12 miliar. Jelas enggak lah," kata Ani.
Saat ini, kata dia, berdasarkan data yang teregister di Ditjen Pajak, pengusaha perikanan tangkap yang ada di Sumatera berjumlah 995, Jakarta 905, Kalimantan 142, Sulawesi 391, Papua dan Maluku 225, Bali Nusa Tenggara 229, serta Jawa non-Jakarta 1.022 pengusaha.
"Saya bilang pada Dirjen Pajak 'how could we allow', bagaimana bisa kita membiarkan perusahaan yang enggak menyampaikan SPT dibiarkan beroperasi. Mestinya Dirjen Pajak bilang ke KPP agar disegel perusahaannya, kapalnya diambil," kata Ani geram.
(AHL)