Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak gentar dengan serbuan bantahan dari orang-orang yang disebut menikmati duit dari proyek lancung KTP-el. Sebaliknya, KPK siap membeberkan aliran korupsi KTP-el yang terungkap dalam dakwaan Sugiharto dan Irman.
KPK yakin sidang lanjutan dapat membuktikan aliran tersebut. "Setelah dakwaan, ada proses pembuktian di persidangan. Selama 13 tahun KPK bekerja, bantahan sudah sering terjadi dan KPK tidak terpaku pada bantahan itu. Sebab, bangun konstruksi dakwaan berdasarkan informasi dan bukti awal yang dimiliki," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 10 Maret 2017.
Konstruksi korupsi KTP-el dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, kata Febri, merupakan hasil penyelidikan dan penyidikan yang telah berjalan sejak 2013. Pendalaman dan investigasi yang menyeluruh pun, tambah dia, telah dilakukan terhadap dua tersangkanya dan kepada sekitar 400 orang saksi."Pihak-pihak yang membantah silakan saja, tapi tentu KPK sebagai penegak hukum punya kewenangan dan kewajiban mencari informasi dan bukti yang lain," katanya.
Dia mencontohkan, di kasus berbeda, banyak pihak yang membantah, namun mereka berubah pikiran. Untuk itu, lanjut dia, KPK meminta pihak yang terlibat bisa kooperatif termasuk juga mengembalikan uang.
"Itu akan lebih baik sebenarnya. Bukan hanya anggota DPR, tapi juga penyelenggara negara lain yang terindikasi mendapat aliran dana," kata dia.
Bidik Tersangka Baru
Febri mengatakan KPK akan membuktikan semua tahapan korupsi KTP-el yang dipaparkan di dalam dakwaan. Di samping itu, KPK juga akan mengusut pihak yang diduga menerima aliran dana.
"Adanya tersangka baru tentu bergantung pada konsekuensi pengembangan perkara. Bila dalam fakta persidangan ditemukan dua alat bukti cukup dan menurut penyidik solid, tentu akan kita proses," ujarnya.
Sidang kasus dugaan korupsi KTP-el mulai disidangkan kemarin. Sidang mengadili dua terdakwa, Irman dan Sugiharto. Keduanya adalah pejabat Kemendagri yang menangani proyek KTP-el. Di dalam dakwaan disebutkan sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR menerima cipratan dana proyek senilai Rp5,9 triliun itu.
(UWA)